Waspada, Virus Flu Singapura Menyebar di Kota Medan, Banyak Anak Kecil Terjangkit - Sumatera Online

Media Online Sumatera Utara

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Kamis, 11 Juli 2019

Waspada, Virus Flu Singapura Menyebar di Kota Medan, Banyak Anak Kecil Terjangkit

Flu Singapura tampaknya mulai menyebar di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Di beberapa kecamatan diketahui ada sejumlah anak yang terjangkit penyakit ini.

Penyakit flu Singapura adalah infeksi menular yang disebabkan oleh virus. Dimana, penyakit ini menyerang anak-anak.

Penyakit flu Singapura ini juga dikenal dengan penyakit mulut dan kaki Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) yang memiliki ciri-ciri seperti bintik-bintik berair, demam tinggi, dan sariawan di dalam mulut, tangan, serta kaki.

Salah seorang warga Jalan Luku, Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Nita (30) mengatakan bahwa awalnya dua anaknya Ray (3) dan Jihan (2) tahun terkena deman pada Minggu (2/6/2019) lalu setelah bermain dengan teman sebayanya yang masih ada hubungan saudara, yang datang kerumah.

Semula anak perempuannya yang terkena, kemudian menular ke abangnya. Kecurigaan terkena flu singapura muncul setelah anak sepupunya diduga kena cacar air, tapi dirinya tidak melihat secara langsung cacar airnya itu seperti apa.

"Mereka awalnya main-main biasa. Sehari berselang kemudian besoknya anak saya demam tinggi. Terus nampak keluar satu binyik merah. Aku kira awalnya cacar air. Tapi kok cacar air agak-agak gede dan tumbuhnya hanya ditelapak tangan, kaki, lutut dan bibir serta badan bagian perut," kata Nita, Rabu (10/7/2019).

"Anak yang paling kecil awalnya yang kena. Habis itu besoknya tertular ke abangnya. Gejalanya deman panas sampai 39 derajat celsius. Pas sudah keluar semua bintik merah yang seperti ruam berisi air lalu demamnya turun. Tapi enggak sampai pecah bahkan sampai sekarang masih ada bekasnya. Jadi anak saya tiga hari demam terus seminggu kemudian baru kempes bintik merahnya. Karena waktu bintik merah itu ada, dia mijak pun agak sakit," sambungnya.

Nita menjelaskan bahwa dari semua bintik merah yang ada di tubuh anaknya yang diduga terjangkit virus flu singapura itu, tidak ada satupun bintik yang pecah. Karena bintik merah itu agak tebal dan setelah seminggu dia kempes sendiri.

Saat kejadian itu, karena suhu panas anaknya tinggi, Nita yang khawatir langsung membawa anaknya untuk berobat ke klink dekat rumah.

Tapi saat itu, pihak dokter klinik tidak menyimpulkan anaknya terkena flu singapura tapi diduga terkena cacar air. Dokter berikan obat deman, terus ada obat bubuk campurlah ada berapa jenis.


"Kan waktu di bawa ke klinik itu belum diketahui pasti. Karena masih sedikit benjolan merah yang keluar di bagian tangan di jari jempolnya melentung," ujarnya.

"Nah sudah seminggu berlalu masih ada sisa-sisa bekas melentungnya itu. Terus saya lihat temam ada bikin status. Dia foto kondisi anaknya sama persis dengan sakit anak saya. Disitu teman itu, bilang ibu-ibu harap diwaspadai. Ini bukan cacar air. Terus aku japri dia nanya emangnya apa. Terus dia bilang itu cacar monyet (flu singapura) dia bilang gitu. Karena banyak yang bilang itu cacar air. Tidak, karena cacar biasanya tidak ada keluar di telapak tangan dan kaki. Dia nggak ada keluar, tapi ini ruam semua. Waktu itu aku fotokan terus dia bilang sama persis. Tapi saat ini anakku sudah sembuh, bintik merahnya sudah kempes tinggal bekas-bekasnya yang masih ganti kulit," urainya.

Nita menceritakan saat anaknya alami flu singapura itu, anaknya rewel dan tidak mau makan, susah tidur dan berat badannya juga turun sangat drastis.

Karena sebelum terkena flu singapura berat badan anak Nita sekitar 20 Kg, tapi setelah sembuh berat badannya berkurang jauh hingga sekarang beratnya tinggal 15 Kg.

" Dia enggak mau makan. Minum pun enggak. Paling mesti dipaksa baru mau, itupun dikit makannya," ujarnya.

Saat itu, dokter tak berani menyimpulkan bahwa anaknya terkena flu singapura. Tapi setelah sembuh sekitar sebulan, saat ini flu Singapura itu masih menimbulkan bekas di tangan dan kaki.

"Bekasnya hitam-hitam jadi seperti bekas kudis. Padahal itu bukan bekas kudis. Sedangkan bekas yang ditelapak kaki sudah bersih," tuturnya.

"Jadi anak saya ini menularnya dari anak sepupu, yang waktu itu kebetulan datang kerumah. Dari situ awalnya, terus saya tanya dari mana dia ketularan. Rupanya dia juga ketularan dari tetangga yang berkunjung kerumahnya. Sebentar juga waktunya, begitu berkunjung besoknya langsung demam. Sehari aja prosesnya. Mungkin menularnya dari udara. Karena mainnya sama. Karena yang kena anak-anak semua, kami dewasa enggak ada yang kena," jelas Nita.

Warga lainnya asal Jalan Datuk Kabu Gang Jambu, Pasar III Tembung, Anggina (29) mengatakan anaknya terkena flu singapura pada Minggu (9/6/2019).

Awalnya anak Anggi yang bernama Russell Alfatih Akbar yang masih berusia setahun kena demam tinggi. Hingga diberikan obat demam untuk menurunkan panasnya.

"Pas tidur, dia tengah malam waktu itu demamnya makin tinggi bahkan pas tidur dia mengigau. Jadi kan takut kena step waktu itu. Kirain pakai tempra saja sudah sembuh. Didiamkan dua hari enggak turun-turun demamnya," kata Anggi.

Lalu, Anggi coba membawa anaknya berobat ke klinik. Tapi kebetulan saat itu hari libur, tidak ada dokter yang buka praktek.

Sehingga keesokan harinya Senin (10/6/2019) ia membawa anaknya berobat di klinik spesialis anak dr Rita Anggraini Spa di Jalan Amaliun. Anggi takut, lantaran demam yang dialami anaknya tak kunjung turun.

"Waktu pas ke dokter bintik merahnya belum keluar. Jadi dokter nanya apa aja yang dialami, saya bilang panas enggak turun-turun dan dikasih obat demam biasa sama vitamin. Besoknya pagi pas bangun tidur, tiba-tiba bintik merah di tangan sampai telapak tangan, kaki sampai paha keluar seperti cacar," ujar Anggi.

"Kita ada save nomor dokternya. Terus saya tanya ke dokter kok anak saya ini jadi bentol-bentol setelah pulang dari klinik dokter," sambungnya.

"Oh, itu flu singapura," kata dokter

"Dia seperti cacar air dok," sahut Anggi.

"Oh iya itu flu singapura, karena banyak anak-anak yang datang ke saya alami kejadian serupa," jawab dokter itu balik.

"Saya tanya cacar monyet gitu ya dok, tapi dia (dokter) enggak mau bilang itu cacar monyet, itu flu singapura," katanya.

"Saya tanya lagi mulutnya apa enggak sakit karena kering. Dia jadi dia enggak mau makan," sebutnya lagi.

Anggi menuturkan bintik merah seperti bentol itu keluar kalau panas tingginya sudah selesai. Jadi sewaktu Russell alami deman, setelahnya panas reda baru keluar bentol.

"Makanya kita orang awam kiranya bintik merah itu cacar," sebutnya.

Anggi menceritakan anaknya alami rasa gatal terus menerus. Setelah bintik merahnya kempes dia tidak langsung hilang, berbekas jadi seperti ganti kulit.

Russell tertular flu singapura setelah main dengan sepupu sewaktu lebaran, mungkin ada sentuh-sentuhan. Usut punya usut, sepupu juga tertular setelah main sama teman-temannya sewaktu lebaran.

"Kenapa menularnya tidak sampai ke orang dewasa. Saya cek di google, yang tertular rata-rata anak-anak berusia 1-10 tahun. Karena kekebalan tubuh masih minim. Sampai sekarang bekas bintik merah yang berair di telapak kaki belum hilang," urainya.

"Saya imbau untuk orangtua kalau bisa harus lebih ekstra menjaga anak. Boleh main sama teman-temannya, tapi harus di pantau. Kalau tahu teman mainnya lagi ada sakit harus dibatasi. Imunisasi itu penting untuk menjaga kekebalan tubuh dia kedepan," imbau Anggi.

Sementara itu, masyarakat lainnya Budi (33) warga Jalan Namori, Pancur Batu mengatakan bahwa anaknya Dirgantara yang masih berusia 1 tahun 2 bulan, awalnya tertular pada Rabu (3/7/2019) setelah berenang di hotel dengan saudara.

Saat itu, dua keponakan sudah terjangkit dari temannya dan alami gejala awal demam.

"Jadi anakku habis kena terus demam. Disitu muncul bintik-bintik merah seperti terkena DBD di telapak tangan, telapak kaki sama pinggiran kaki dan tangan. Besoknya muncul juga di bibir di hari pertama kena. Panasnya tinggi hingga 40 derajat celsius pas dibawa ke dokter di klinik spesialis anak di Titi Kuning," kata Budi.

Disitu dokter spesialis anak, saya jelaskan ini anak saya demam dan ada bintik-bintik merah. Terus di ceknya," sambungnya.

"Dibilangnya, oh ini kena flu singapura. Memang ada dan belakangan ini banyak yang kena," lanjut Budi menirukan perkataan dokter.

Budi menambahkan bahwa menurut keterangan dokter, flu singapura ini tidak berbahaya walaupun memang ada yang sampai opname.

Budi menjelaskan bahwa dirinya mulai yakin anaknya terkena flu singapura, saat mandi-mandi di hotel. Ada keponakan yang lebih tua keponakan laki-laki yang berusia 4,5 tahun dan satu lagi 9 bulan.

Setelah berobat di kasih anti biotik dan anti virus dan salep untuk di olesin.

"Jadi dia bintiknya jadi seperti jerawat dan berair dan melepuh seperti cacar. Setelah berobat 3 hari kemudian kempes bentol merahnya. Tapi bekasnya masih ada. Sekarang dia kulitnya mengelupas seperti ganti kulit. Memang awalnya rewel pas mau muncul bintik merah itu gatel, orang anakku susah tidur dan enggak selera makan," jelasnya.

Warga lainnya yang anaknya terkena flu singapura, Nina, warga Jalan Garu IV, Kecamatan Medan Amplas mengatakan bahwa dua buah hatinya sudah didiagnosa dokter terkena virus flu Singapura.

"Pertama kena adalah putra bungsu saya, Pijar (1,2 tahun). Dirinya demam tinggi tiga hari lalu, biasa dikasih obat penurun panas. Tapi tiga hari turun memang panasnya, tapi enggak seperti semula. Terus, muncul ruam-ruam di kaki kayak bintik merah seperti DBD. Kemudian siku tangan sama lutut muncul bintik berair seperti cacar. Langsung saya bawa ke dokter Senin (8/7) malam," kata Nina.

Nina menjelaskan bahwa saat anaknya tersebut dibawa ke dokter. Anaknya diperiksa dan dicek kaki serta mulutnya, ternyata di mulut juga ada ruamnya yang membuat seperti panas dalam dan susah makan.

"Kata dokternya kena virus flu Singapura. Setelah dicek, dokter memberikan obat penurun panas, juga antibiotik serta obat salep yang diolesi untuk bintik di badan," jelasnya.

Nina yang penasaran dengan penyakit yang diderita anak tersebut mencari tahu informasi tersebut di Internet. Ternyata gejalanya sama persis yang diderita anaknya, mulai panas, rewel dan mudah marah, hingga ruam di kaki, mulut hingga sikut.

Virus ini dikatakan sering menimpa anak usai di bawah 10 tahun dan menular dari air liur. Dan, ternyata anak usia 4 tahun juga terkena virus yang sama.

"Begitu sampai di rumah selesai memberi obat si bungsu, ternyata abangnya menggunakan cangkir adiknya. Mungkin tertular atau gimana, mau tidur abangnya panas badannya, dan susah menelan. Saya cek mulutnya ada ruam empat bintik, tangannya di telapak ada bintik berisi cairian seperti cacar, langsung saya olesi salep dan minum obat sekali yang punya adiknya," terangnya.

"Ini udah mendingan. Adiknya sudah mulai kering semua ruamnya, dan mulai normal lagi. Tinggal abangnya yang masih ada di mulutnya, semoga bisa segera sembuh juga," sambungnya.

Namun, meski beberapa kasus sudah ditemukan di Medan, Dinas Kesehatan Kota Medan, mengaku belum ada laporan sama sekali soal virus ini.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Medan, Mutia Nimpar, mengatakan belum menerima pengaduan.

"Laporan ke kita belum ada, jadi belum tahu. Kecuali ada laporan dari rumah sakit ke dinas akan kita telusuri. Biasanya kalau ada kami tanggpi. Sampai saat ini belum ada aduan ataupun laporan, namun demikian akan kami telusuri," pungkasnya. [Bun]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.