Bupati Batubara
OK Arya Zulkarnaen tidak memegang sendiri uang suap yang diterimanya
dari sejumlah proyek pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten
Batubara tahun 2017.
Arya diduga menerima suap Rp 4,4 miliar dari
tiga proyek yakni proyek Jembatan Sentang, Jembatan Sei Magung, dan
betonisasi jalan Kecamatan Talawi.
Uang itu dikumpulkan Bupati lewat Sujendi Tarsono alias Ayen, seorang pemilik dealer mobil. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, hal ini menjadi modus yang digunakan Bupati.
Ketika
membutuhkan uang, Arya akan meminta kepada Sujendi. Selanjutnya, ia
memerintahkan orang untuk mengambil uang suap dari Sujendi.
"Dia
tidak pegang uang sendiri. Modusnya semua dikumpulkan ke STR, yang
setiap saat tunggu ada perintah dari Bupati OKA, (akan) dikirim ke
siapa," kata Basaria Pandjaitan, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis
(14/9/2017).
Basaria belum mengetahui apakah Sujendi hanya menjadi penampung uang suap untuk Bupati pada tiga proyek tersebut saja.
"Yang kami tahu, yang tiga proyek ini saja," ujar Basaria.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Bupati OK Arya menerima suap proyek tersebut melalui dua pintu.
Selain Sujendi, juga melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Batubara, Helman Herdady.
"Sebetulnya fee proyek ini melalui dua pintu, (lewat) Kadis HH dan STR swasta, sebagai penampung fee proyek itu," ujar Alex.
KPK menetapkan lima tersangka pasca operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Selain
Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen, empat pihak lain yang juga menjadi
tersangka yakni Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman
Herdady, seorang pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono alias Ayen, dua
orang kontraktor bernama Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar.
Sebagai
pihak yang diduga penerima, OK Arya, Sujendi, dan Helman disangkakan
melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.
Sementara,
sebagai pihak yang diduga pemberi, Maringan dan Syaiful disangkakan
melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayar (1) huruf b atau
Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. [Kocom]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.